Sabtu, 12 Oktober 2013

Masa Lalu, Biarlah Masa Lalu

"pas aku dulu di kampus B, lebih gede, lebih bersih, lebih strategis daripada aku di kampus ini"
Pernah mendengar atau bahkan mengatakan hal seperti itu? Terus apa pendapatmu?
"oh iya, ternyata kampusnya yang dulu itu memang maju"... Mungkin sebagian dari kita akan berpikiran atau sampai berpendapat seperti itu.
Yang saya ingin bahas di sini bukannya perbandingan antara kampus A, kampus B, kampus C, atau bahkan kampus Z. Tapi kecenderungan seseorang untuk membandingkan apa yang di dapat atau dirasakan dulu, dengan sesuatu yang baru, baik sadar maupun tidak.
Benar? Kalau kamu tidak setuju lebih baik tidak perlu membaca tulisan ini lebih jauh. Itu akan membuang waktumu percuma. Karena saya tidak akan mau berdebat untuk hal seperti ini. Hahahahaha :))
Setiap orang mempunyai masa lalu. Dan ketika dihadapkan dengan hal yang sekarang, masa lalu sering menjadi patokan pembanding.
Kurang jelas?

Setiap orang selalu membandingkan masa lalu dengan masa kini.
Untuk apa?
Banyak.
- Untuk membandingkan apakah hal yang didapat sekarang sudah baik daripada yang di dapat dulu?
- Untuk mempelajari tentang kesalahan masa lalu, agar tidak terulang lagi di masa kini
Dan yang terakhir menurut saya adalah:
- Masih nyaman dengan bayang-bayang masa lalu. Bisa dibilang masa lalu masih menjadi zona nyamannya.
Lalu, bagaimana hal tersebut terjadi ke interaksi hubungan?
Jujur, saya juga punya masa lalu. Indah. Ya, bagi saya cukup indah.
Namun...
Ketika keindahannya berakhir hal tersebut tinggallah cerita masa lalu.
Dan hidup terus berjalan..
Roda hidup terus berputar. Patah hati tidak membuat hati kita hilang, hanya patah. Tidak benar-benar hilang.
Patah hati tidak selamanya. Kesedihan adalah masa "regenerasi" hati, agar siap mencinta lagi. Seperti itulah, hihihi :)
Tapi, sering kali pembandingan (di atas) tidak sengaja saya lakukan dengan orang yang baru. Dan kadang saya tidak sadar itu.
Kembalikan pada diri sendiri, pembanding itu memang kerap hadir di saat memulai sesuatu yang baru. Dan itu normal. Tetapi, bagaimana jika hal tersebut terulang lagi, dan lagi?
Orang akan menganggap kita sebagai orang tipe ketiga: masih nyaman dengan masa lalunya.
Bagi saya, seseorang yang selalu menceritakan hal masa lalu adalah orang yang membosankan. Dan, saya orang yang pembosan. Get it?
Saya tidak tertarik dengan orang yang selalu menceritakan atau menyesali masa lalunya. Dan maka dari itulah saya belajar. Menjadi orang seperti itu tidaklah menarik bagi orang baru, yang mungkin lebih baik daripada masa lalu saya.
So, are you still around with your past comfort zone or walk away to brighter future?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar sih boleh . malah bagus ... tapi yang sopan ya :)

 

Copyright Lely Rachmawati Soeharsono 2 0 1 3| Contact Me |Chat With Me (Y! Messanger)