Sabtu, 13 April 2013

Bukan Kisah Sinetron, Hanya Renungan Sederhana


Pulang di kampus kemarin aku merenung. Yah, hujan dan macet. Sesuatu yang mungkin sudah tidak jarang kutemui ketika aku pulang sore. Melihat keadaan kanan dan kiri, entah apa yang ada dibenakku, terbesit dalam pikiranku adalah wajah mama dan papa ku.

Awalnya aku berpikir, jika aku sudah besar dan punya penghasilan sendiri, hal apa yang akan ku berikan kepada mereka? Sesuatu yang mahal? Oke.. Ketika aku sudah sukses nantinya, aku bergelimang harta, tapi apakah itu cukup membuat mereka bangga? Aku berpikir, membelikan mereka pakaian yang mahal dan jalan-jalan ke luar negeri apakah bisa membahagiakan mereka? Bagiku tidak. Mengajak mereka jalan-jalan ke taman hiburan yang mahal dan terkenal memang akan membuat mereka tersenyum.. Tapi apa ya.. Kayak ada yang janggal gitu.

Oke, daripada bingung aku langsung pada maksudku saja. Bagiku "Limpahan materi yang kau berikan kepada orang tuamu sekarang, mungkin tidak sama dengan kebahagiaan yang mereka berikan saat kau masih kecil dulu." memang benar ada sebagian orang berkata bahwa uang tidak dapat membeli kebahagiaan. Memang kalau banyak uang akan senang, tetapi tidak dengan bahagia. Meskipun, aku sendiri tidak tahu apa beda dari keduanya. Hahhaha…

Kembali ke kebahagiaan masa kecil. Ingat ketika kamu ingin membeli suatu boneka Suzan atau Barbie? Atau diajak makan keluar dan memilih menu kesukaanmu sendiri? Dan juga, jalan-jalan ke taman hiburan untuk sekedar berjalan-jalan atau bermain bumper car? Menurutku kebahagiaan itu sederhana. Jauh dari materi yang berlimpah, tapi nyatanya itu menjadi kenangan terindah dan unforgettable bukan? Sama seperti ku :)

Menurutku, orang tua kita tidak akan menuntut lebih ketika kita sudah sukses nanti. Mereka hanya berharap agar anaknya menjadi orang yang sukses, yang tidak malu menceritakan kehidupannya ketika ada reuni sekolah. Namun sebagai anak, seharusnya kita harus mengingat mereka. Dengan hal yang sederhana. Misalnya di tengah kesibukkan kita bekerja nanti, kita tak lupa untuk menelepon mereka sekedar untuk menanyakan sudah makan atau belum. Atau, mengajak mereka makan sesuai dengan keinginan mereka. Sekali lagi, bahagia itu sederhana.

Pernah aku melihat sebuah cuplikan sebuah serial televisi. Yah aku sebut saja acaranya. Yaitu nilai kehidupan yang ada di TransTV. Aku banyak mendapatkan pelajaran dari acara itu. Acara yang penuh dengan nilai-nilai dan pesan-pesan moral. Yang paling ku ingat adalah sebuah scene panti jompo.

 Begini kalau tidak salah ceritanya:

Suatu ketika ada 4 orang lansia (anggap saja lansia A, B, C, dan D) di sebuah panti jompo. Mereka sedang duduk sore di taman panti sambil menikmati secangkir teh. Lalu, salah satu mereka membuka obrolan ringan.
Lansia A
: anak saya seorang pilot. Sekarang dia sedang ke luar negeri.
Lansia B
: kalau anak saya seorang dokter. Dia menjadi dokter yang sangat sukses
Lansia C
: anak saya jadi business man. Sahamnya lagi naik banget
kira-kira seperti itu, mohon maaf kalau salah script. Tapi intinya memang begitu, ketiga lansia itu membanggakan anak-anaknya yang sudah sukses. Namun, lansia D hanya diam saja. Dia hanya senyum-senyum kecil sambil mendengarkan teman-temannya bercerita. Lalu Lansia A iseng bertanya kepada Lansia D.
"Kalau anak Ibu, sekarang jadi apa?"
Dengan senyum kecil, Lansia D menjawab "anak saya sekarang bekerja di kantor pos. istrinya membuka toko sebagai penghasilan sampingan."
Lalu lansia A, B, dan C pun lantas tertawa dan menyeletuk "memang setiap hari, kamu dibawakan perangko sama anakmu?"
Lansia D pun tidak menjawab.  Dia hanya diam dan senyum-senyum kecil.

Tak lama kemudian, ada seorang gadis kecil menghampiri Lansia D "nenek, aku kangen sama nenek. Ayo kita pulang nek."
Dan dengan sumringah, Lansia D menyambut cucu kecilnya itu. Tak lama kemudian, menantu dan anaknya pun datang. "Ibu, mari kita pulang. Bawaan ibu sudah mas masukkan ke mobil." kata menantu Lansia D sambil mencium tangannya

Dengan sumringah, Lansia D pun berpamitan kepada ketiga rekannya itu. Wajah yang nampak bahagia dari Lansia D menuju mobil anaknya. Memang mobilnya tidak mewah, tetapi wajah Lansia D itu tetap bahagia. Akhirnya, Lansia D pulang kerumah anak dan menantunya dan meninggalkan panti jompo itu. Ketiga rekannya itupun langsung terdiam dan merenung melihat Lansia D yang sudah masuk ke mobil.

Apa yang bisa kita ambil dari cerita ini? Di akhir scene itu ada sebuah kata mutiara yang dapat kita ambil hikmahnya, kebetulan saya lupa apa kata mutiara itu dengan persis. Namun intinya, seorang anak yang berbhakti adalah anak yang tidak lupa pada orang tuanya.

So, buka lagi buku kenangan masa kecil Anda. Lihat, betapa bahagianya Anda saat itu. Kalau Anda tidak mempercayai kekuatan cinta orang tua kita, lihat saja bagaimana orang lain yang masih mempunyai anak kecil. Cinta mereka terhadap buah cinta kecilnya itu. Seperti itulah orang tua Anda dulu, bahkan lebih. Saya juga pernah mendengar suatu kutipan (yang saya juga lupa darimana) yaitu:  orang tua yang memperlakukan anaknya dan memperhatikan anaknya sama sewaktu anak mereka masih kecil, itu berarti cinta dan kasih sayang orang tua itu tidak pernah berkurang. Well, lets respect our parent!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar sih boleh . malah bagus ... tapi yang sopan ya :)

 

Copyright Lely Rachmawati Soeharsono 2 0 1 3| Contact Me |Chat With Me (Y! Messanger)